Rekomendasi

Padi (7)

Penyakit Hawar Daun Bakteri/ Kresek/ BLB

a. Penanaman varietas tahan dan pergiliran tanaman untuk menekan pembentukan strain baru

b. Penggunaan benih sehat, perendaman benih menggunakan agens antagonis Paenibacillus polymyxa selama 15 menit dosis 5 cc /liter

c. Pengaturan jarak tanam dengan system jajar legowo

d. Menghindari pemotongan pucuk pada saat pindah tanam

e. Pemupukan berimbang sesuai anjuran, sanitasi lingkungan.

f. Aplikasi agens antagonis Paenibacillus polymyxa pada saat umur 14, 28, dan 42 Hst dosis 7,5 liter/Ha dengan larutan semprot 500 liter/Ha

g. Penggunaan pestisida sesuai anjuran 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi). 

Tikus (Rattus rattus argentiventer)

a. Gropyokan massal dan sanitasi habitat dalam skala hamparan, intensif dan berkelanjutan terutama 2 minggu sebelum dan sesudah tanam

b. Penanaman serempak dengan penerapan jajar legowo dalam satu hamparan dengan selisih waktu tanam tidak lebih dari 2 minggu

c. Pengemposan dan pengumpanan

d. Pengendalian dengan rodentisida nabati. Bahan; umbi gadung racun atau gadung KB 1 kg, dedak 10 kg, tepung ikan 1 ons, kemiri (sebagai e. bahan penarik) secukupnya, air sedikit. Cara membuat; umbi gadung dikupas lalu di haluskan. Semua bahan dicampur, diaduk rata, dan dibuat dalam bentuk pellet kering. Perbandingan antara umbi gadung dan campuran bahan lain 1 : 10. Aplikasi; pellet-pellet dari umbi gadung ditebarkan di pematang, disarang tikus, atau dijalan-jalan yang dilewati tikus.

e. Pemagaran plastic/penerapan LTBS (Linier Trap Barier System) berupa bentangan plastic/terpal setinggi 60-70 cm, ditegakkan dengan ajir bambu setiap 1 meter, dipasang bubu perangkap setiap 20 meter berselang seling arah corong masuknya. 

f. Konservasi Burung Hantu 

Penggerek Batang Padi (Scirpophaga innotata)

a. Pergiliran tanaman, tanam serempak pada wilayah yang luas

b. Pengolahan lahan dan pengolahan tanah untuk persemaian dilakukan bersamaan agar ulat berdiapause dapat terbunuh, penundaan waktu sebar benih minimal 10 hari setelah puncak penerbangan ngengat dari tanggul, pemotongan jerami < 5 cm dari permukaan tanah.

c. Pengumpulan dan inkubasi kelompok telur di persemaian dan dipertanaman agar parasitoid yang muncul dapat dilepaskan kembali, pemasangan lampu perangkap, eradikasi tanaman terserang.

d. Penanaman tanaman refugia untuk konservasi musuh alami

e. Aplikasi APH (Metharrizium anisopliae dan Beauveria bassiana, Bacillus thuringiensis) di saat pesemaian sampai fase vegetative dengan interval 14 hari sekali, dosis 10 liter/ha, valume semprot 500 liter

f. Penggunaan Pestisida Nabati. Bahan; daun nimba 8 kg, lengkuas 6 kg, serai 6 kg, sabun colek 20 gram, dan air 20 liter. Bahan di tumbuk atau dihaluskan, kemudian seluruh bahan diaduk merata dalam 20 liter air lalu direndam sehari semalam 24 jam. Keesokan harinya larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan kembali dengan 60 liter air. (untuk lahan 1 ha)

g. Penggunaan insektisida yang diijinkan dan efektif bila serangan di fase vegetative (Sundep) > 6 %. Sesuai dengan 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi). 

Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal)

a. Sanitasi lahan, pemusnahan singgang, pola tanam dan pergilran tanaman, pergiliran varietas tahan, pengaturan jarak tanam dengan jajar legowo.

b. Penanaman tanaman refugia untuk konservasi musuh alami.

c. Aplikasi APH (Metharrizium anisopliae, Bacillus thuringiensis dan Beauveria bassiana) di saat pesemaian sampai fase vegetative dengan interval 14 hari sekali, dosis 10 liter/ha, valume semprot 500 liter. 

d. Penggunaan Pestisida Nabati. Bahan; daun sirsak 100 gram, rimpang jeringau 100 gram, bawang putih 20 siung, sabun colek 20 gram, air 20 liter. Bahan di haluskan, kemudian di campur dengan sabun colek dan direndam dalam 20 liter air selama 2 hari. Keesokan harinya larutan bahan disaring dengan kain halus. Setiap 1 liter larutan hasil saringan dapat diencerkan dengan 10-15 liter air. 

e. Persemaian ; pemantauan populasi Wereng Batang Coklat dan musuh alami, pada daerah endemis berat dapat digunakan insektisida butiran (granule), pemusnahan bibit yang terserang berat.

f. Tanaman muda (Tanam / Anakan Maksimum) : penggunaan insektisida yang diizinkan dan efektif pada populasi > 10 ekor/rumpun tanaman berumur < 40 Hst, populasi > 40 ekor/rumpun tanaman berumur > 40 hst. 

g. Tanaman Tua (Primordia /Berbunga) ; penggunaan insektisida yang diizinkan dan efektif pada populasi > 20 ekor/rumpun pada tanaman berumur > 40 Hst. Sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi).

Penyakit Tungro

a. Pengolahan tanah, pergiliran varietas, tanam serempak 

b. Bila dianggap perlu pergunakan carbofuran sebelum menyebar benih secara top soil incorporation (benamkan kedalam tanah) dengan dosis 4kg/500M

c. Musnahkan tanaman yang terserang tungro secara selektif (dibenamkan ke dalam tanah/lumpur). 

d. Pengendalian vector penyakit tungro menggunakan APH (Metharrizium anisopliae, Bacillus thuringiensis dan Beauveria bassiana) dengan dosis 10 liter/ha, volume semprot 500 liter

Penyakit Blas (Pyricularia oryzae)

a. Pembenaman jerami sakit sampai membusuk sebagai kompos yang dilakukan sambil pengolahan tanah 

b. Penggunaan varietas tahan, penggunaan benih sehat, perlakuan benih (seed treadment) dengan APH Paenibacilus polymixa 

c. Pengaturan jarak tanam system legowo, aplikasi agens antagonis Paenibacillus polymyxa pada saat umur 14, 28, dan 42 Hst dosis 7,5 liter/Ha dengan larutan semprot 500 liter/Ha. 

d. Penggunaan pupuk berimbang 

e. Penggunaan PGPR atau Plant Growth Promoting Rhizobakteri yang di semprotkan ke tanah atau di kocorkan, kemudian ulangi penyemprotan setiap 20 hari sekali. Fungsi PGPR bisa memproduksi hormon tanaman, nemambah bakteri yang menguntungkan serta menekan penyakit tumbuhan. 

f. Penggunaan fungisida efektif dan diizinkan pada 2 minggu sebelum keluar malai. Sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi).

Ulat Grayak (Spodoptera Litura)

a. Mengatur pola tanam, penanaman tanaman refugia 

b. Pengumpulan dan pemusnahan kelompok telur, pengumpulan dan pemusnahan kelompok nimfa muda yang masih berkelompok, pengumpulan dan pemusnahan larva instar 3 sampai dengan instar-instar terakhir, 

c. Aplikasi APH (Metharrizium anisopliae dan Beauveria bassiana) di saat pesemaian sampai fase vegetative dengan interval 14 hari sekali dengan dosis 10 liter/ha, volume semprot 500 liter 

d. Penggunaan Pestisida Nabati. Bahan; daun nimba 8 kg, lengkuas 6 kg, serai 6 kg, sabun colek 20 gram, dan air 20 liter. Bahan di tumbuk atau dihaluskan, kemudian seluruh bahan diaduk merata dalam 20 liter air lalu direndam sehari semalam � 24 jam. Keesokan harinya larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan kembali dengan 60 liter air. (untuk lahan 1 ha) 

e. Sanitasi gulma, dan penggunaan insektisida efektif apabila polulasi ambang ekonomi yaitu jika ditemukan rata-rata ? 2 ekor larva instar kecil (1-3) per rumpun 

f. Penggenangan persemaian / pertanaman untuk daerah irigasi

Jagung (8)

Lalat Bibit (Atherigona exigua)

a. Perlakuan benih dengan Pergiliran tanaman, penggunaan varietas tahan, tanam serempak dan penggunaan mulsa 

b. Konservasi Musuh Alami antara lain dengan menanam tanaman refugia  

c. Aplikasi APH (Metharrizium anisopliae dan Beauveria bassiana) di fase vegetative dengan interval 14 hari sekali, dosis 10 liter/ha, volume semprot 500 liter  

d. Aplikasi Insektisida sesuai prinsip 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi).

Penggerek Batang (Ostrinia Furnacalis)

a. Tanam serempak, perlakuan benih (seed treatment).  

b. Pengolahan Tanah dengan cara tanah dibalik, sanitasi sisa-sisa tanaman jagung, penggunaan varietas tahan, pemangkasan bunga jantan  

c. Konservasi Musuh Alami antara lain dengan menanam tanaman refugia, pemusnahan kelompok telur  

d. Aplikasi APH (Metharrizium anisopliae dan Beauveria bassiana) di fase vegetative dengan interval 14 hari sekali dengan dosis 10 liter/ha, volume semprot 500 liter  

e. Penggunaan Pestisida Nabati. Bahan; daun nimba 8 kg, lengkuas 6 kg, serai 6 kg, sabun colek 20 gram, dan air 20 liter. Bahan di tumbuk atau dihaluskan, kemudian seluruh bahan diaduk merata dalam 20 liter air lalu direndam sehari semalam � 24 jam. Keesokan harinya larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan kembali dengan 60 liter air. (untuk lahan 1 ha)  

f. Pengendalian dengan insektisida berbahan aktif monokrotofos, triazofos, dikhlorfos dan karbofuran dan sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi).

Penyakit Bulai (Peronosclerospora)

a. Pergiliran tanaman, penggunaan varietas tahan, eradikasi tanaman jagung yang terserang, tanam serempak 

b. Perlakuan benih dengan fungisida sistemik Ridomil (bahan aktif: Metalaksil). 

c. Aplikasi APH (Trichoderma sp, Paenibacillus polymyxa dan Bacillus Subtiles) di fase vegetative interval 14 hari sekali dengan dosis 6-7,5 liter/ha, volume semprot 500 liter

Tikus (Rattus rattus argentiventer)
Gropyokan, sanitasi lingkungan, pengumpanan beracun, pengemposan asap beracun, pelestarian musuh alami (burung hantu)
Penggerek Tongkol (Heliothis armigera)

a. Pergiliran tanam, tanam serempak, Pengolahan Tanah dengan cara di balik, Pemusnahan kelompok telur, konservasi musuh alami dengan tanaman refugia.  

b. Penggunaan Pestisida Nabati sebanyak 20 liter yang diencerkan dengan 60 liter air (untuk lahan 1 ha)  

c. Aplikasi APH (Metharrizium anisopliae dan Beauveria bassiana) di fase vegetatif dengan interval 10-14 hari sekali dosis 10 liter/ha, volume semprot 500 liter  

d. Pengendalian dengan insektisida berbahan aktif klorfluazuron, lamda sihalotrin. Sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi).

Hawar Daun (Bipolaris maydis)

a. Menanam varietas tahan, sanitasi sisa�sisa tanaman jagung, pemupukan tanaman berimbang, tanam serempak pada musim kemarau  

b. Aplikasi APH (Trichoderma sp, Paenibacillus polymyxa dan Bacillus Subtiles) di saat pesemaian sampai vase vegetatif  

c. Apabila terjadi serangan menggunakan fungisida sistemik 

Ulat Grayak (Spodoptera sp.)

a. Pengolahan tanah dan pembakaran sisa tanaman/gulma  

b. Konservasi musuh alami dengan penanaman tanaman refugia, pengumpulan dan pemusnahan kelompok telur  

c. Penggunaan Pestisida Nabati sebanyak 20 liter yang diencerkan dengan 60 liter air (untuk lahan 1 ha)  

d. Penggunaan APH Baccilus tringuenesis, BT. Plus, Metharrizium anisopliae  

e. Pengendalian dengan insektisida berbahan aktif monokrotofos, sipermetrin, klorfluazuron, klorpirifos, lamda sihalotrin, karbaril. Sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat dosis dan konsentrasi, tepat waktu aplikasi, dan tepat cara aplikasi).

Ulat Grayak (Spodoptera Frugiperda)

a. Melakukan monitoring serangan sejak fase Vegetatif awal dengan mengamati gejala serangan serta keberadaan sel telur, larva dan imago  

b. Pengolahan dan pembakaran sisa tanaman/gulma  

c. Konservasi musuh alami dengan penanaman refugia  

d. Pengumpulan dan pemusnahan kelompok telur dan larva  

e. Pengendalian dengan agens hayati Baccilus tringuenesis, BT. Plus, Metharrizium anisopliae  

f. Penggendalian dengan insektisida berbahan aktif Emamektrin Benzoat, Siantranilipol, Spinetoram dan Tiametoksan.  

g. Melakukan sistem budidaya tumpang sari dengan tanaman lain untuk meningkatkan keanekaragaman hayati.

Kedelai (6)

Lalat Kacang (Ophiomyia phaseoli)

a. Melakukan tanam serempak dengan selang waktu 10 hari  

b. Pergiliran tanaman  

c. Penggunaan varietas tahan lalat kacang  

d. Penggunaan tanaman perangkap seperti kacang hijau dan kacang tunggak 

e. Sanitasi dan eradikasi  

f. Pemanfaatan mulsa jerami pada pola tanam kedelai setelah padi  

g. Perlakuan benih (seed treatment) dengan pestisida organic sintetik (Carbosulfan Fipronil) dan aplikasi insektisida (thiodicarb, dekametrin, BPMC, sipemetrin)  

h. Aplikasi insektisida organic sintetik saat tanaman berumur 7 hari, bila populasi mencapai ambang kendali yaitu 1 imago/50 rumpun tanaman atau apabila telah ditemukan 1 lalat dewasa per 5 baris tanaman

Penggerek Polong (Ettella zinkenella)

a. Tanam serempak dengan kisaran waktu tidak lebih dari 14 hari dipadukan dengan sanitasi tanaman inang lainnya seperti Crotolaria sp  

b. Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inangnya dan waktu tanam yang tepat dengan memperhatikan pola dinamika polulasi selama setahun  

c. Penanaman tanaman perangkap yaitu kedelai varietas Dieng telah diketahui lebih disukai ngengat penggerek polong untuk meletakkan telur  

d. Pengendalian dengan insektisida efektif dilakukan apabila di ketahui populasi larva atau intensitas serangan pada polong telah mencapai ambang pengendalian (ambang pengendalian yang didasarkan pada populasi larva yaitu 10 ekor/10 rumpun, sedangkan ambang pengendalian yang didasarkan kerusakan polong yaitu intensitas 2,5 % polong terserang). "

Ulat Grayak (Spodoptera litura)

a. Bertanam serentak dan melakukan pergiliran tanaman  

b. Pengendalian populasi ulat grayak harus dilakukan sedini mungkin yaitu sejak adanya kelompok telur instar 1 dan 2 yang masih berkelompok, dilakukan secara mekanis dengan pengambilan dan pengumpulan kelompok telur  

c. Ulat grayak yang sakit/mati karena terserang virus (SI-NPV) dapat digunakan sebagai sarana pengendalian biologi, yaitu dengan cara menggerus ulat sakit/mati kemudian dicampur air dan disemprotkan ke tanaman pada sore hari  

d. Apabila populasi cukup tinggi dan gerombolan ulat telah berpencar ke rumput sekelilingnya maka dapat dilakukan pengendalian dengan insektisida secara penyemprotan stempat (spot treatment)  

e. Pengendalian dengan insektisida dibatasi sampi instar-3, karena efektivitas insektisida pada ulat instar 4-6 semakin rendah.  

f. Ambang pengendalian yang didasarkan pada populasi larva yaitu 2 ekor larva instar 3/rumpun atau 2 kelompok telur/100 rumpun pada umur 11-30 hst, 3 ekor larva instar 3/rumpun atau 4 kelompok telur/100 rumpun pada umur 31-51 hst, 6 ekor larva instar 3/rumpun atau 7 kelompok telur/100 rumpun pada umur 31-71 hst, sedangkan ambang pengendalian yang didasarkan kerusakan yaitu intensitas  2,5 % polong terserang.

Ulat Jengkal (Chrysodeixis chalcites)

a. Pengaturan pola tanam, pergiliran tanaman dengan bukan inang, tanam serempak 

b. Pemanfaatan musuh alami dari jenis predator dan parasitoid  

c. Penggunaan insektisida berbahan aktif amamectin benzoate, spinosad, methoxyfenozide, thiodicarb  

d. Ambang pengendalian yang didasarkan kerusakan yaitu intensitas 12,5 % pada umur 11-70 hst atau bila ditemukan 200 ekor larva instar 1/10 rumpun, 120 ekor larva instar 2/10 rumpun, 20 ekor larva instar 3/10 rumpun pada umur 11-30 hst. 30 ekor/10 rumpun pada umur 31-50 hst. 50 ekor larva instar 3/10 rumpun pada umur 51-70 hst.

Tikus

a. Gropyokan, sanitasi lingkungan, pengumpanan beracun, pengemposan asap beracun, pelestarian musuh alami (burung hantu)  

b. Jarak tanam tidak terlalu rapat 

Penggulung Daun (Lamprosema indicata)

a. Tanam serempak dengan selisih waktu kurang dari 10 hari  

b. Pergiliran tanaman  

c. Cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii mampu menginfeksi telur, nimfa hama penggulung daun dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi dan dapat mencapai 50 %  

d. Semprot dengan insektisida bila polulasi mencapai ambang kendali (klorfluazuron, betasiflutrin, sipermetrin, alfametrin, carbosulfan, sihalotrin, sipermetrin)  

e. Ambang pengendalian yang didasarkan kerusakan yaitu intensitas 12,5 % atau bila ditemukan 30 ekor/rumpun.